Menjadi Minoritas

Indonesia merupakan negara yang memegang teguh kerukunan antar umat beragam da nada 5 agama yang diakui secara resmi oleh negara. Mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam. Namun di daerah-daerah tertentu agama lain menjadi mayoritas dibandingkan Islam. Contohnya Manado, Toraja, Bali, dan Papua. Negara kita menganit bhineka tunggal ika dan aku yakin apapun kepercayaanmu kita tetap satu Indonesia. Aku raa kalau orang ingin saling menghargai dan menghormati sesama maka mereka harus merasakan hidup di daerah minoritas muslim.
Aku lahir dan tumbuh di daerah minoritas muslim. Dari nenek aku kecil pun dia lahir dan besar di daera Toraja. Toraja merupakan daerah yang penduduknya mayoritas Kristen. Selain terkenal dengan keeksotisan alamnya, Toraja juga terkenal dengan keramahan dan toleransi masyarakatnya. Aku berkata begitu karena sudah merasakan hidup dan bergaul dengan masyarakat . Lalu perkembangan zaman merubah masyarakat dan kepercayaannya. Jadi tidak heran dalam satu keluarga dapat dijumpai ada yang beragama Kristen dan Islam hidup rukun.
Aku tinggal di daerah yang dikelilingi kaum muslim sehingga pengetahuan agamaku dapat tertanam kuat. Saat bersekolah, aku masuk ke sekolah negeri dan dsinilah aku bertemu teman-teman yang beragama non-muslim. Saat bersekolah itu aku sangat merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang minoritas. Dalam satu kelas yang berjumlah 40, siswa yang beragama muslim paling banyak berjumlah 5 orang. Bayangkan dengan di daerah lain yang mayoritas siswanya muslim. Sehingga di daerahku tidak memakai rok panjang seperti daerah lain. 
Sehari-harinya aku bergaul dengan temanku seperti biasanya. Bercanda dan belajar bersama. Namun saat waktunya ke kantin aku membawa bekal karena berjaga-jaga dengan makanan yang mengandung bahan haram. Aku selalu berusaha tidak makan dengan piring dan sendok dari yang non-muslim karena walaupun dia tidak makan makanan haram saat itu, tetapi kita tidak asal-usul priring dan sendok itu sebelumnya digunakan untuk apa. Begitu juga dengan wajan dan panci. Dalam agama barang yang terkena najis harus dicuci 7 kali dan salah satunya dengan tanah tetapi mereka tidak memiliki ajaran seperti itu.  Jadi sebisa mungkin aku menghindari hal-hal yang dapat membuat dosa. Saat ada acarapun jika dilaksanakan di rumah temanku non-muslim sebisa mungkin aku mencari alasan untuk tidak hadir. Teman-temanku memaklumi hal tersebut.
Dalam berteman memang dianjurkan dengan siapa saja tanpa memandang keyakinan. Namun, terdapat juga batasan yang tidak dapat dilanggar apalagi bagi kita kaum muslim. Pada tahun 2014 (kalo tidak salah) lebaran idul fitri jatuh pada hari minggu. Alun-alun tempat sholat itu bersebelahan dengan katedral terbesar di kota. Namun, mereka tidak mengadakan misa pagi saat itu untuk menghormati kaum muslim yang sedang sholat idul fitri agar berjalan dengan lancar dan khusyuk. Barulah saat kegiatan sholat semuanya selesai, katedral tersebut membunyikan loncengnya untuk memulai ibadah mereka. Disini kita bisa lihat bagaimana sikap saling menghargai dan menghormati kepercayaan masing-masing terjalin dengan sangat baik. 
Walaupun aku tidak punya banyak teman muslim. tetapi selama ini aku tidak pernah mengalami kesulitan dan berteman dengan baik pada siapa saja. Dalam urusan ibadah juga adanya sikap toleransi. Ketika mereka beribadah aku tidak akan menganggu dan begitu sebaliknya ketika aku sholat mereka akan menungguku hingga selesai untuk pulang bersama-sama. Aku mengerti hal-hal yang harus dilakukan dan tidak terhadap non-muslim dan untungnya mereka mengerti bahwa ada ajaran dalam agama kita yang berbeda. 
Aku tidak pernah menemui hambatan yang berarti dalam hidup didaerah minoritas muslim. Walau mungkin ada beberapa yang menutup diri dari luar kepercayaan mereka. Lingkungan rumahku adalah daerah muslim jadi aku masih bisa merasakan suara azan dan anak-anak yang mengaji setiap harinya. Hanya ketika keluar dari lingkunganku maka aku berhadapan dengan banyak orang yang berbeda kepercayaan denganku. Selama ini aku dan keluargaku berusaha menghormati dan menghargai kepercayaan mereka dan begitu juga sebaliknya. Jadi dalam hidup itu memang diperlukan sikap tenggang rasa terhadap sesama. Selagi kita menghargai maka orang lain juga akan melakukan yang sama pada kita. Semoga kehidupan yang rukun dan damai antara umat beragama dapat terus terjalin di negeri ini. Pengalaman hidup di daerah mayoritas Kristen membuat rasa saling tenggang rasaku tumbuh. Bagaimanapun kita haruslah kita saling menghargai sebagai makhluk ciptaan Allah. Apayang kita perbuat pada orang lain maka itulah yang akan kita tuai. Belajarlah buat menghargai sesama. Manusia gak ada yang sempurna. Semua sama di mata Allah yang membedakan adalah akhlak kita.

Komentar

Postingan Populer